MANIFESTASI JENDER DALAM
TRANSFORMASI SOSIAL BUDAYA
Jender
dalam pembangunan
Peningkatan peranan
wanita dalam program-program penyuluhan dan pendidikan sebagaimana telah
diagendakan dalam Peningkatan Akses
Wanita terhadap Bidang Pendidikan pada Konferensi Dunia V tentang wanita
(1995:42) merupakan salah satu kebijakan
pemerintah dalam upaya mensejajarkan kaum wanita dengan pria diselluruh
aspek kehidupan, termasuk di bidang social, ekonomi dan budaya. Berkat dari
meruncingnya persoalan yang semakin sulit diurai tersebuit pemerintahan menaruh
harapan besar dari dukungan masyarakat Indonesia secara keseluruhan dan
utamanya keterlibatan dan perananan serta kaum wanita untuk menyiapkan putra-putri
terbaik bangsa menjadi SDM(Sumber Daya Manusia)yang handal,tangguh,terampil,
dan mumpuni. Pengambilan kebijakan pemerintah tersebut,sebagaimana telah
ditetapkan pada Pelita VI dinyatakan
bahwa program peningkatan wanita dalam pembangunan bersifat lintas
bidang dan lintas sektronal dan dilaksanakan secara operasional oleh departemen
dan lembaga pemerintah non departemen beserta instansi terkait lainnya. Oleh
karena itu GBHN 1993 dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development) telah menetapkan wanita sebagai mitra
sejajar dengan dengan pria.
Menggaris
bawahi esensi kemitrasejajaran wanita
dengan pria sebagaimana diatas
masyarakat internasional dan masyarakat
sipil, termasuk organisasi pemerintahan dan sector swasta yang didalamnya
terlibat pada pemerhati dan peneliti
terhadap wanita, dihimbau untuk
mengambil tindakan strategis
dibidang-bidang penting, antara lain :
1.
Ketidak samaan dan kekurangan serta akses yang tidak sama terhadap
pendidikan dan pelatihan
2.
Kurangnya rasa hormat dan kurangnya
upaya untuk memajukan dan
melindungi hak-hak kaum wanita
3.
Ketidaksamaan antara pria dan wanita
dalam pembagian kekuasaan dan pembuat keputusan
disetiap tingkat kehidupan (laporan
konferensi Dunia UV tentang wanita tahun 1995:24)
Melalui
penelitiannya berjudul Peran serta Wanita Jawa Timur dalam pembangunan Manusia
Indonesia Seutuhnya (1995:31)
dapat dilaporkan bahwa peranan wanita jawa timur edalam pembangunan
manusia indonesia seutuhnya sudah cukup mantap.
Wujud ckonkret dari partisipasi
kaum wanita tersebut adalah aktif dalam membimbing dan mengasuh anak,
meningkatkan kehidupan beragama dalam berkeluarga, terlibat dalam kegiatan
social , serta ikut membantu menambah
penghasilan keluarga tanpa harus meninggalkan tugas-tugas rumah tanggal. Jadi
kaum wanita sebagai anggota keluarga
minimal berpartisipasi dalam pelaksanaan Program Wajar 9 tahun dalam hal
membimbing anak-anak dalam belajar dirumah.
Dari penelitian Hartini
Rahardjo (1994:73) disimpulkan bahwa
profil kehidupan wanita nelayan yang terkait dengan perranan dalam keluarga
pada umumnya disamping bekerja mengurus
rumah tangga, juga mencari nafkah. Pada tingkat yang umum meski pun penghasilan mereka dapat dikatakan
sangat pas-pasan, tapi mereka menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk
menabung. Dalam kaitannya dengan pengembangan
partisipasi kaum wanita pedesaan terhadap pembangunan social dapat di rujuk
pada hasil penelitian Rahim (1994:110), bahwa pola partisipasi kaum wanita
pedesaan dalam pembangunan infrastruktur
social berbentuk linear positif.
Dilihat
dari partisipasi penduduk wanita menurut
Laporan Tahun BPS(1994:40) pada hakikatnya tidak jauh berbeda dengan pria. Hal
demikian menunjukan bahwa program pemerintah dalam meningkatkan peranan wanita
dibidang pendidikan sudah mulai menampakan hasil. Namun demikian, lanjutnya
masih diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan partisipasi kaum wanita
dibidang pendidikan sehingga ketertinggalan dengan pria semakin mengecil. Akan
tetapi dari laporan BPS tersebut belum dideklarasikan secara lengkap akses,
partisipasi, dan control kaum wanita terhadap bidang-bidang social ekonomi dan
budaya, termasuk kehidupan agama (Islam) secara lengkap dan menyeluruh.
Jender
dalam Pandangan Gerakan Transformasi social
Konsep jender
menggambarkan bahwa perbedaan kaum laki-laki dan perempuan tidaklah sekedar
biologi, namun melalui proses social dan
cultural. Oleh karena itu, juender mengalami perubahan waktu, tempat, dan
bahkan dari kelas ke kelas. Bandingkan dengan jenis kelamin yang secara
biologis akan tetap dan tidak akan berubah.
Jika dikaji lebih jauh perbedaan jender pada fase berikutnya melahirkan
peran jender. Kalo secara biologis(baca: kodrat) kaum perempuan identik dengan
organ reproduksi bisa hamil, melahirkan, menyusui, dan peran jender sebagai
perawat, pengasuh dan pendidik anak sesungguhnya tidak ada masalah. Dan oleh
karenanya hal demikian tidak perlu untuk digugat. Yang menjadi persoalan
kemudian adalah peran jender tersebut dilihat dari perspektif proses social dan
cultural dalam kehidupan sehari-hari. Peroses social dan cultural tersebut bila
dilekatkan dengan analisis jender ternyata memunculkan dengan apa yang
dinamakan sebagai “ketidak adilan sebagai jender”. Manifase ketidak adilan
jender terhadap peranan jender tersebut dapat digambarkan melalui :
a.
Terjadinya marginalisasi yaitu
pemiskinan ekonomi terhadap kaum perempuan. Artinya meski pun tidak semua
marginalisasi disebabkan ketidak adilan
jendder , namun yang dipersoalkan dalam
analisis jender adalah marginalisasi yang disebabkan oleh perbedaan jender.
b.
Terjadinya subordinasi pada salah satu kelamin, umumnya pada kaum
perempuan. Dalam lingkungan rumah tangga, masyarakat mau pun Negara banyak
dibuat tanpa memperhatikan kaum wanita,
,isalnya digunakan dokrin agama yang mengkondisikan kaum perempuan tidak boleh
menjadi pimpinan apa pun , termasuk masalah keduniawian, tidak dipercaya member
kesaksian, bahkan tidak berhak atas warisan yang sama bobotnya dengan saudara
laki-laki.
c.
Adanya pelabelan negative (stereotype)
terhadap jenis kelamin tertentudan akibat dari steretoipe ini memunculkan
deskriminasi serta berbagai ketidak adilan jender lainnya. Fenomena ini dapat
dipahami adanya keyakinan laki-laki adalah pencari nafkah (bread winner)
d.
Adanya violence atau kekerasan terhadap
jenis kelamin tertentu, yang umumnya perempuan sebagai pihak yang menjadi objek
kekerasaan. Kekerasaan tersebut ,misalnya:dalam bentuk kekerasaan
fisik,seperti:permerkosaan,permukulan sampai kekerasaan dalam bentuk “halus”,misalnya :pelecehan dan penciptaan
ketergantungan.
e.
Pemahaman domestikasi. Perempuan adalah
pengolala rumah tangga maka banyak dan lebih lama. Dengan kata laen,domestikasi
perempuan adalah mengelola,menjaga,dan memelihara kerapianrumah tangga.
Semua manifestasi ketidakadilan jender tersebut saling terkait dan acara dialektika
saling mempengaruhi. Manifestasi ketidakadilan itu “tersosialisasi” kepada kaum
laki-laki dan prempuan secara mantap,yang lambat laun akhirnya baik-baik
laki-laki maupun perempuan menjadi
terbiasa dan akhirnya dipercaya bahwa peran jender itu seolah-oleh merupakan
kodrat.
Perspektif Agama
terhaadap Jender dalam Transformasi Sosial Budaya
Al Qur’an sebagai
rujukan prinsip masyarakat Islam,pada dasarnya menempatkan bahwa kedudukan
antara laki-laki ddan perempuan sama. Keduanya diciptakandari satu nafs, di
mana yang satu tidakmemiliki keunggulan terhadap yang lain. Persamaan kedudukan
antara laki dengan perempuan selain dalam
hal pengambilan keputusan,juga dalam hal ekonomi, yakni untuk memiliki
harta kekayaan dan tidaklah suami atupun bapak boleh mencampurin harta (QS.
Anisa Nisa:32). Kekayaan itu termasuk yang didapat melalui warisan ataupun yang
diperoleh sendiri. Oleh sebab itu, mahar atau maskawin yang dibayarkan
oleh laki-laki untuk pihak
perempuan sendiri,bukan untukorang tua dan selanjutnya tidak bisa
diambil kembali oleh suaminya.
Menggarisbawahi kontesks diatas Ali Engineer(1992) dalam memahami ayat
ang berbunyi “laki-laki adalah pengelola atas perempuan”hendaknya dipahami
sebagai deskripsi keadaan struktur dan norma sosial masyarakat pada massa
itu,dan oleh karenanya norma ajaran. Artinya , ayat tersebut menjelaskan bahwa
saat itu laki-laki adalah “manajer”rumah tangga ,dan bukan pertanyaan kaum
laki-laki harus mengausai dan memimpin.
Pendaekatan
Tafsir Agama Dengan Perspektif Jender
Pada dasar inti ajaran
inti ajaran tiap agama, khususnya Agama Islam adalah menganjurkan dan
menegakkan keadalian. Al Qur’an, sebagai prinsip-prinsip dasar atau pedoman
moral tentang keadalian tersebuat,mencakup berbagai anjuran untuk menegakkan
keadilan ekonomi,keadilan politik,cultural,termasuk keadilan jender. Persoalan
muncul ketika masyarakat perkembangan zaman. Dalam kaitan itu, guna memahami
dan menganalisis tentang apa yang adil dan apa yang tidak adil serta bagaimana
mekanisme ketidakadilan yang menjadi prinsip dasar agama,diperlukan suatu
kerangka analisis atau bila dipandang perlu meminjam analisis ilmu-ilmu sosial
atau politik ekonomi demikian Concluding remarks Komarudin Hidayat yang dapat
direkomendasikan dalam Seminar Nasional “Moralitas dalam Format Indonesia Baru
“ di UMS,1998.
Penutup
Sebagai benag merah
paparan di atas ,kiranya dapat ditarik kesempulan menjadi sbb:
1.
Jender sebagai suatu konstruksi sosial
yang mengatur hubungan wanita-pria yang terbentuk melalui proses sosialisasi.
Implikasi jender tersebut adalah suatu konsep yang mengacu pada tatanan peranan
dan hubangan antara wanita dan pria dalam keluaraga,masyarakat danpembangunan
yang tetap pada konteks sosial,ekonomi dan politik secara universal
2.
Akses,pertisipasi,control kaum wanita
terhadap bidang-bidang sosial ekonomi budaya,termasuk kehidupan agama(Islam)
secara lengkap dan menyeluruh.
3.
Proses sosial dan cultural tersebut bila
dilekatkan dengan analisis jender ternyata memunculkan dengan apa yang
dinamakannya sebagai”ketidakadilan jender”. Manifestasi ketidakadilan jender terhadap peran tersebut
dapat digambarkan melalui: Pertmana ,terjadinya
marginalisasi. Yaitu pemiskinan ekonomi terhadap kaum perempuan : Kedua, terjadinya subordinasi pada salah
satu jenis kelamin, umumnya kepada kaum perempuan ; Ketiga,adanya pelabelan
negatif (steretoipe) terhadap jenis kelamin tertentu , dan akibat dan
steretoipe ini munculkan deskriminasi serta sebagai ketidakadilan jender; Keempat, adanya violence atau kekerasaan
terhadap jenis kelamin tertentu, yang umumnya perempuan sebagai pihak yang
menjadi objed kekerasan;Kelima,
pemahaman domestikasi. Perempuan adalah pengelola rumah tangga,makna banyak
perempuan menanggung beban kerja domestic lebih banyak dan lebih lama.
4.
Prinsip Al Qur’an terhadap laki-laki dan
perempuan adalah sama di mana hak istri diakui sederajat dengan suami(QS.An
Nisa:1). Dengan kata lain laki-laki memiliki hak dan kewajiban terhadap
perempuan dan atau sebaliknya perempuan juga memiliki hak dan kewajiban
terhadap laki-laki,yang ditransformasikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar